We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Menantu Pahlawan Negara

Bab 34
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 34 Ketakutan Besar 

Bambang tiba–tiba berteriak, “Oi, tua bangka, berhenti kalian!” 

Kenka menoleh ke belakang dan melihat banyak preman, Desi langsung berhenti karena 

ketakutan 

Bambang mendekat dengan gaya sombong, lalu berkata, “Kalian adalah orang Keluarga Basagita yang tinggal di Vila Cakrawala, ‘kan? Hari ini, kalian harus pindah.” 

“Kenapa kami harus pindah? Ini adalah rumah kami.” 

Meskipun wajah Desi sudah pucat karena ketakutan, dia tetap berusaha berdebat. 

Tentu saja, para preman tidak mungkin mau berdebat dengannya. 

Plak! 

Bambang langsung menamparnya, lalu berkata dengan sombong, “Aku nggak peduli ini rumah siapa, kalau disuruh pindah, ya pindah saja.” 

“Kalau kami nggak mau pindah?” 

Ketika mendengar kehebohan, Ardika pun berjalan keluar bersama Draco. 

Melihat Desi menutupi wajahnya, aura membunuh terbesit di mata Ardika. 

“Oh, ternyata masih ada yang keras kepala.” 

Sambil menoleh ke arah Ardika, Bambang langsung berkata dengan kesal, “Pergi dan tampar dia 

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

10 kali.” 

Seketika, salah satu preman langsung berlari ke arah Ardika. 

Dengan tatapan ganas, preman itu mengangkat tangannya untuk menampar Ardika 

Bam! 

Sebelum tangan preman itu mengenai wajah Ardika, sebuah kaki besar sudah mengenai perut 

preman tersebut. 

Preman dengan berat sekitar 50 kilogram itu langsung terpental keluar. Sambil menjerit, preman itu terjatuh ke danau yang berada sejauh belasan meter. 

Kekuatan dari tendangan itu sudah cukup melumpuhkan preman tersebut. 

Duar! 

Termasuk Bambang, semua preman lainnya terkejut dengan tendangan itu. 

+15 BONUS 

Semuanya melihat kemunculan Draco dengan kaget 

Biasanya, mereka adalah orang–orang yang ganas, tetapi mereka tidak pernah melihat orang kejam seperti Draco. 

“Mau pukul wajah bosku? Cari mati!” 

Draco langsung berjalan maju. 

Bambang yang ketakutan segera mundur sambil berkata, “Aku adalah anak buahnya Tuan Jinto, 

kamu nggak takut mati, ya?” 

“Siapa yang peduli dengan Tuan Jinto?” 

Sambil berbicara, Draco menangkap tangan Bambang yang menampar Desi tadi, kemudian 

langsung dipatahkan. 

Bambang menjerit dengan ekspresi kesakitan. 

Draco tidak bermaksud untuk berhenti, tetapi malah ingin membunuhnya. 

“Cukup, Draco.” 

Ardika tiba–tiba menghentikannya. Setelah melihat kedua mertuanya yang pucat karena ketakutan, Ardika pun melambaikan tangannya sambil berkata, “Suruh mereka pergi.” 

Draco langsung melempar Bambang keluar. 

Dengan bantuan dari dua orang anak buahnya, Bambang segera berlari pergi. 

Setelah berlari beberapa saat, Bambang menoleh ke belakang dan mengancam, “Bosku adalah Tuan Jinto. Kalau kalian nggak mau mati, sebaiknya pindah dari Vila Cakrawala hari ini juga. 

Kalau nggak, kalian pasti akan mati.” 

Bambang tidak tahu kalau dirinya baru saja selamat dari pembunuhan, dia masih saja berlagak 

sombong. 

Setelah mendengus dingin, Ardika pun berkata kepada Draco, “Suruh mereka berenang pulang.” 

Kemarin, Wisnu mendapatkan hukuman yang sama. Ketika naik ke atas, seluruh tubuhnya terus 

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

gemetar karena kedinginan. 

Setelah mengangguk, Draco segera mengejar mereka, kemudian melempar Bambang dan anak buahnya ke dalam danau. 

“Berenang dari sini sampai pintu masuk. Siapa pun yang berani keluar lebih awal, jangan 

salahkan aku.” 

Di musim hujan seperti ini, menyentuh air danau saja terasa sangat dingin, apalagi harus 

213 

+15 BONUS 

berenang di dalam danau. 

Mereka pasti akan sakit parah. 

Seketika, suara jeritan terus terdengar dari dalam danau. 

Melihat Draco berjalan kembali, Desi yang ketakutan segera bersembunyi di belakang Ardika. Dia lalu bertanya dengan gemetar, “Ardika, siapa orang itu?” 

Dibandingkan dengan para preman tersebut, Desi lebih takut dengan Draco yang kejam. 

Temanku. Kita sudah aman, Bu.” 

Ardika menepuk bahu Desi sambil menjawab, Desi kemudian merasa lebih tenang. 

Namun, ketika mengingat ucapan Bambang sebelum pergi, dia kembali panik. 

“Habislah, mereka itu adalah anak buah Tuan Jinto. Aku dengar Tuan Jinto terkenal kejam di Kota Banyuli. Dia sudah mengincar rumah kita, sepertinya kita harus pindah.” 

“Bu, ini adalah Kompleks Vila Bumantara, Tuan Jinto itu nggak berani bertindak sembarangan. Tenang saja, nggak ada yang bisa menyuruh kita pindah.” 

SURPERISE GIFT: 500 bonus free for you,activity tis limited! 

GET IT